Pada suatu hari ada sebuah keluarga yang kehilangan seluruh uangnya. Mereka harus menjual rumah besar mereka dan tanah mereka, tetapi orang tuanya tidak dapat melupakan kalau mereka pernah kaya, dan mereka tidak ingin putri mereka melupakannya juga. Diluar semua kekayaan mereka, mereka menyimpan sebuah korek kuping perak tipis berbentuk sendok yang panjangnya sekitar lima inci. Orang menggunakannya untuk mengeluarkan kotoran dari ditelinga mereka. "Ini adalah hal yang *****" Kata ayahnya, "Namun dari itu kita akan membangun kembali keberuntungan keluarga kita suatu saat."
Saat putri itu tumbuh cukup dewasa untuk menikah, tidak ada keluarga kaya yang menerimanya hanya dengan sebuah korek kuping sebagai mas kawin, dan orang tuanya berpikir bahwa para petani miskin tidak cocok untuknya. Saat orang tuanya meninggal, tak ada yang mau dengannya. Ia tinggal bersama perempuan tua yang tidak menikah di sebuah rumah yang disediakan maraganya, tetapi tempat itu penuh sesak. Dia tinggal disana bertahun-tahun. Walaupun ia menjahit dari pagi hingga malam, ia tetap miskin. Setelah ia bertambah tua, matanya mulai rabun. Segera ia tidak dapat lagi menjahit sebaik dulu. Sebagai hasilnya, walaupun ia bekerja sekeras dulu, ia memperoleh upah yang lebih sedikit. Akhirnya ia tidak dapat lagi membayar kebutuhannya makannya dan biaya lainnya. "Kenapa tidak kamu jual korek kupingmu?" tanya wanita lain padanya.
"Ini satu-satunya yang saya miliki dari orangtua saya," Kata wanita tua itu dengan marah. Karena ia tinggal dirumah itu cukup lama, ia menempati ruang yang bagus di pojok rumah, tetapi wanita-wanita lainnya ingin ia pindah ke tempat lain. "Kamu tidak dapat membayar bagianmu dan kamu masih menempati semua tempat itu," protes wanita-wanita lainnya.
Mereka berlaku tidak bersahabat dengannya. Di berbagai urusan, ia selalu mendapat tempat terakhir, bahkan untuk menggunakan air cuci. Mereka memberinya sayuran sisa yang banyak jarotnya dan teh sisa. Mereka juga memberinya kerak nasi bagian paling bawah, yang keras dan sulit bagi wanita tua itu untuk dikunyah. Suatu hari, keponakan mudanya menangkap seekor tikus. Tetapi saat menangkapnya, ia melukai satu kakinya. "Lihat hewan ini. Warnanya putih," kata keponakan muda itu.
"Ini membuktikan bahwa ini tikus yang hebat," kata wanita tua itu. "Tidak ada lagi yang seperti itu di daerah ini." "Hama ini mungkin juga yang paling rakus," kata keponakannya. "Saya tidak mau ia mencuri makanan dan menggigit pakaian kita." Tetapi tikus itu terlihat sangat kecil dan lemah, dan wanita tua itu tahu kalau tikus itu membutuhkannya. Ia tidak mempunyai orang untuk dicintai, dan akhirnya hatinya jatuh pada tikus itu. Tikus hebat pasti akan menjadi hewan peliharaan hebat, pikirnya. Dan ia berkata, "Berikan dia padaku, saya akan membunuh dan membuangnya." Keponakannya senang untuk memberikan tugas yang menjijikan itu pada wanita tua itu dan berkata, "nih ambil"
Tetapi wanita tua itu tidak membunuh tikus tersebut. Namun menyimpannya di kotak kecil. Ia membuat tempat yang empuk untuk tikus itu dengan sepotong kain. Walaupun saat wanita itu lapar, ia tetap membagikan sedikit makananya untuk tikus itu. Setelah beberapa hari, kaki tikus itu sembuh.
Namun suatu hari, keponakannya menemukan tikus itu dan berkata, "Hai pembohong tua, kamu menyimpan hewan menjijikan itu disini." Ia kemudian mau membuang kotak itu ke dalam selokan, tetapi wanita tua itu merebutnya. "Itu milikku, itu adalah tikus hebat ku!"
"Kamu sudah bertindak terlalu jauh sekarang. Pengemis tidak dapat bertindak seperti ratu," kata keponakannya. Ia memanggil wanita-wanita lainnya kesitu. Tentu saja mereka memihak keponakan itu, dan melotot pada wanita tua itu dengan muka beringas. Dia melihat tidak ada lagi ampun baginya, maka dengan suara parau ia berkata, "Baik saya akan pergi." Keponakannya terkejut. "Kamu tidak akan bisa pergi jauh dari desa ini sepanjang hidupmu!" "Ya, tapi akan saya coba." kata wanita tua itu.
Wanita tua itu mengemasi barang-barangnya segera, termasuk korek kupingnya. Lalu ia meninggalkan rumah itu dimana ia telah tinggal disana bertahun-tahun. "Saya tidak perlu takut" ia berkata pada dirinya, "saya merasa lebih muda beberapa tahun." Ia melangkah tertatih-tatih meninggalkan desanya naik ke atas bukit. Disana ia mencari akar-akaran dan tumbuh-tumbuhan untuk dirinya dan tikusnya. Tetapi saat itu musim gugur, dan penduduk telah memotong batang-batang pohon di bukit hingga gersang untuk bahan bakar. Malam itu sangat dingin, dan wanita tua itu menjaga kotaknya di atas perutnya agar tikusnya hangat. Di esok harinya ia berjalan lebih jauh. Tetapi masih belum menemukan apapun untuk dimakan. Sampai akhirnya ia tiba di Tembok memanjang di sepanjang jalan. Dibalik tembok hanya ditumbuhi sedikit lumut yang menutupi bebatuan dan semak-semak. Kakinya terasa sakit karena dingin dan kelelahan, maka ia duduk bersandar pada tembok. Pada pangkuannya ia meletakan kotak berisi tikusnya. Lalu ia membuka penutup kotak sehingga tikus itu dapat bernafas. Lalu ia mengeluarkan korek kuping peraknya dan memegangnya di depan peliharaannya. "Kita harus menjual ini. Tapi uang itu akan segera habis. Lalu apa yang akan kita lakukan?" kata wanita tua itu.
Tetapi korek kuping perak itu terjatuh dari jari-jarinya yang gemetar dan terjatuh diatas rerumputan dan ia berkata, "Sekarang saya harus membersihkannya." Saat ia membungkuk untuk mengambilnya, tikus putih itu melompat dari pangkuannya ke tanah. Menggigit sendok itu diantara giginya, dan lari ke celah dinding. Dengan putus asa wanita tua itu mencoba menangkap tikus itu, namun ia menghilang diatara retakan tembok.
"Dasar pencuri yang tak tau diri," umpat wanita tua itu. "saya memberimu semuanya untukmu. Inikah balasanmu untukku?" Kemarahan membuatnya melupakan rasa dingin dan capainya. Ia menggali dan mengorek dinding tua itu, dan saat tangannya mulai berdarah, ia merasakan ada batang keras dan mecoba mengeluarkannya. Ia mengeluarkan bata demi bata, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan pencuri kecil itu. Saat ia melepaskan bata terakhir, ada pantulan sinar kemulau disana. Dengan terkejut, ia mencoba menggali lebih dalam. Disana, terkubur guci emas, ia menggali lebih dalam lagi, dan menemukan banyak emas dan perak. Diantaranya terdapat setumpuk berlian, rubi, dan permata. Dan tepat di tengah tumpukan perhiasan itu terdapat korek telinga peraknya. Tikus hebatnya telah membalas kebaikannya sebelum pergi. Hingga sekarang, di sebagian masyarakat Cina, para petani masih percaya bahwa tikus putih sebagai pembawa keberuntungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar